34
Kami suka keramaian. Sesekali melihat kampanye terbuka partai-partai di jalanan, koran maupun televisi. Tapi jangan pernah lupa radio. Bagi kami, radio telah digeser oleh perkembangan teknologi. Tapi jika dibandingkan efeknya, teknologi paling mutakhir bertanggung jawab nyaring 90% untuk kekacauan masyarakat. Terkhusus generasi muda dan anak-anak sekolah yang masih menyeka ingus pake punggung tangannya atau kerah bajunya itu.
Dulu...dulu sekali...waktu masih kecil, tinggal di kota yang tidak sebesar metropolis, kami selalu girang menjelang PEMILU. Bapak dan Ibu, juga Oom-oom yang notabene (bene punya nota?) tokoh terpandang di masyarakat, selalu sibuk. Rumah sibuk. Banyak orang datang untuk berbicara dan mengotori rumah dengan abu rokok, puntung rokok, minuman yang menetes atau tumpah. Piring dan paganan. Orang-orang yang tidak berpengaruh dalam masyarakat tapi kami kenal baik, akan berbicara soal partai-partai dan politik setiap kali mereka buka mulut.
Kami lalu pergi bermain.
Saat-saat seperti ini, orang-orang dewasa akan menjadi tidak peduli pada kami dan sekaligus jauh lebih memperhatikan kami. Sehingga kami dapat memperoleh semua keluasan yang kami kehilangan pada masa-masa sebelumnya. Tapi....setelah masa yang singkat itu berlalu, kami anak-anak, dicekoki lagi dengan sejumlah larangan berbau takhayul dan sikap kasar orang-orang dewasa. Hingga super-ego kami nyaris pecah, penuh, sesak..."Dan meluap-luap," kata No Cahanz.
Kembali pada kampanye. Sejak lahir, sejak orok (kalo Org itu yg di film TLOTR), kira-kira ada 3 kampanye terbuka yang kami ikuti sepenuhnya di kota kecil kami. Kami pergi sendiri ke tempat-tempat diadakannya kampanye. Kata Bapak dan Ibu:
"Kampanye itu pesta buat rakyat. Semua orang pokoknya."
Kami bertanya dengan tampang bloon, "Jadi rame, isinya hura-hure?" dan kami terlalu bahagia hingga tak ambil pusing dengan PR atau pergi ke sekolah. Hura-hure memenuhi kepala kami yang berbatok kecil (sorry Bato, singgung2 nama lo). Yang kami tidak suka, di sekolah, ibu dan bapak guru tidak pernah berbicara tentang kampanye. Mereka mengajar seperti biasa. Maka kami biasanya menunggu sampai waktu istirahat atau pulang sekolah agar bisa berpesta. Guru-guru kami mungkin saja benci pesta. Jika ada kampanye, susah menemukan guru-guru kami di tempat itu. Sesekali kami melihat mereka lewat dan berdiri mematung di garis terjauh gerombolan manusia.
Kemudian pergi sebelum acara selesai (entah kenapa penyanyi dangdut jadi favorit tutup acara?)
0 komentar:
Posting Komentar