41
Kami bertemu lagi dengan wanita kasir di Indomaret itu lagi. Masih "Bercahaya" dan menarik hati seperti pertama kali kami melihatnya. Sebagai kasir, sebagai kasir memang seharusnya dia baik dan rajin senyum. Tapi lebih dari pada itu, kebaikan dan senyumnya memang berasal dari dirinya sendiri sebagai keseluruhan pribadi terbaik yang pernah kami temui.
"Dia begitu menggoda kan?" goda Si Tengah. Dia baru saja keluar dari kamar mandi yang lubang saluran airnya tertutup bulu apa rambut yang kami curigai milik Si Bungsu. Kenapa Si Bungsu tak berdosa itu yang dicurigai? Yah, karena dia baru sadar kalau dirinya beranjak dewasa dan bermunculan rambut atau bulu di sekujur tubuhnya. Si Sulung pernah nyeletuk kalau Si Bungsu takut dibilang monyet.
Herannya, pikiran birahi tak melintas di benak bila mengenang-ngenang dia. Orang berkata: "Itu cinta Platonis atau ketertarikan cinta asali." Dimana jiwa bertemu dengan jiwa. Jiwanya yang bercahaya mempengaruhi kami hingga kami ikut punya cahaya. Diam-diam kami berharap Roro adalah semacam kembaran dari wanita ini.
Hari itu di rumah agak sepi, tapi stereo yang mengalunkan keroncong dan burung beo tetangga yang ngomong "slamat pagi-slamat pagi" menggaduhkan suasana. Kegaduhan yang anehnya menentramkan. Serasa kembali berada di rumah. Maka kami mulai berjalan mengukur setiap tapak rumah kami dan bercerita pada kegaduhannya tentang wanita kasir ini: "Dengan jilbabnya, dia lebih cantik, lebih wanita dari pada gadis-gadis yang sering kami temui atau lihat bahkan sering lihat dengan pakaian yang semakin menunjukkan mereka adalah perempuan, wanita, sebab dengan begitu mudah kami melihat pusar terawat yang berbeda dengan pusar kami yang ditumbuhi bulu-bulu halus (laki-laki), dada yang halus mulus, tidak berbulu seperti kami. Dan pahanya mulus tak berbulu tergulung-gulung, kritingnya seperti punya kami."
Hari telah bergulir ke senja. Rumput yang hijau agak kuning dan tergurat-gurat merah muda di kejauhan adalah imaji kami, bukan realitas, sebab mana ada di kubangan batako dan aspal ini ada terselip rumput hijau? Meski begitu sebagaimana para sastrawan, kami bertanya juga: "Apakah Roro punya kumis dan bulu kami?"
Dan Si Tengah menimpali dengan gayanya yang pecicilan: "Dan apakah Ibu akan ngakak jika benar begitu?"
0 komentar:
Posting Komentar