39
Kuliah kami hari ini benar-benar menakjubkan. Membahas tentang tubuh. Tubuh yang adalah ciptaan Tuhan atau dalam bahasa filsafatnya tubuh yang dibentuk oleh zat tertinggi, sebuah entitas yang suprasemesta? Ah, biarlah para filsuf atau failasuf yang berbicara panjan glebar soal itu, kami hanya ingin menceritakan yang ini.
"Di luar tubuh sakralmu--"
"Tubuh sakral yang gimana maksudnya?"
"Tubuh yang dibentuk dari tanah liat, pada saat hujan, dan dihembusi napas, sehingga menjadi bagian dari kesucian pencipta itu sendiri. Tubuh yang tidak boleh dilihat hanya sebagai fisik yang bisa hidup, consummatum, dan mampus."
"Oh, begitu..."
Tapi di luar semuanya itu, kenyataan teknologi dan media massa, pelan-pelan merusak salah satu sisi sakrak dan indah dari tubuh person, individu, uniq, dan berbeda satu dengan yang lainnya. Tubuh yang punya nama: Hitler atau Nietchze atau nama-nama populer lainnya. Di luar sana, oh, di luar sana, oh, di luar sana...
"Mulai lebay deh lu," cemooh Si Sulung.
Emhhhhh...di luar sana, misalnya, seorang adik perempuan menemukan bahwa sang kakak bisexual, bekerja di sebuah salon kecantikan sekaligus sebagai germo alias mucikari. Dia selalu dalam mobilisasi tinggi. Mengantar cewek-cewek muda yang menjadi langganan di salon sekaligus member...
"Tapi mreka ga ember kaya lu deh," itu ejekan Si Sulung lagi. Maka kami pindah ke dapur dan dari sana, kami menceritakan kisah ini padamu.
Yah, mereka adalah member yang sekaligus bisa dibooking oleh om-om hidung besar itu. Bahkan teman cewek si adikpun ada dalam jaringan sang kakak. Pacar sekaligus member. Para member ini sangat agresif. Alasan dari semua tindakan mereka adalah Uang. Money. Doku. Duit. Sebab mereka tidak punya jalan lain lagi untuk mendapatkan uang. Si adik yang tahu sang kakak menjalani hidup demikian, akhirnya tak mengakui sang kakak sebagai kakak kandungnya.
"Iya, kayak lu...gw ga ngaku lu ade gw...melow banget zih." Si Sulung Cerewet muncul di pintu dapur.
"Kau mau buat kopi?"
"Hari gene, minum kopi? Susu kaleee..." Lihat kan? Dia mulai jadi bencezz.
Kakak beradik itu bertengkar hebat dan ada dalam ketegangan yang janggal. Mengetahui fakta demikian, kami takut setengah mampus.
"Apakah ada nama Roro di situ?"
"Gak lah. Orang ga disebut-sebut namanya." Si Sulung kami biarkan mengoceh.
"Bagaimana perasaan Ibu ya?"
"Roro ga ada di situ, tuliiiiiiii!"
Kenyataan dunia memang busuk. Ilmu pengetahuan dan teknologi justru nyaris seluruhnya dipakai untuk tindakan-tindakan merusak kemanusiaan. Padahal dari awal Iptek gembar-gembor hendak memanusiaakan manusia. Buktinya, internet dan media massa terlalu sering mengekspos hal-hal negatif tanpa memikirkan hal-ahal positif yang bisa disebarkan kepada umat manusia.
"Jangan jauh-jauh, di Jakarta Timur dulu kalo bisa." Si Sulung memang sok tahu. Dikiranya stasiun tv itu milik bapaknya? Sorry Pak, ngomongin nama lu.
Sekarang, nenek atau kakek, tidak mengajarkan cucu-cucu untuk melakukan ini itu. Tapi manusia belajar dari massmedia. Pergeserannya semakin jauh. Kita tidak belajar lagi dari generasi terdahulu lewat oral tradition, tapi lewat benda teknologi, yang tentu saja tidak punya perasaan. Bukan belajar dari manusia tapi dari benda yang manusia ciptakan.
"Lu kira lu ga mendewakan teknologi? lu tau ga? Lu juga ga punya hati kayak mesin pembuat kopi." Si Sulung mulai bacot. Ini bakalan panjang. Jadi sebaiknya kami menyingkir ke atas. Sorry kalo kami tinggal, marah tuh sama Si Sulung Bacot.........dag!!!!
0 komentar:
Posting Komentar