44
Berjalan sebentar lebih jauh di tengah malam buta. Di samping kiri, seorang gadis cantik sedang duduk jongkok.
"Ngapain, cez?"
Gadis itu sedang menunggu motor pacarnya atau miliknya sendiri diperbaiki di Tubles. Dia lalu memandangi kami terus-menerus, tak putus-putusnya seperti seorang sakratul maut memanjatkan doa, seolah kami akan didapatinya berbuat suatu kejahatan. Tapi...dia mungkin saja kecewa sebab kami segera menghilang ke dalam malam, jauh dari lampu dan kehangatan yang eksklusif. Bahkan orang-orang yang datang ke dunia eksklusif itu pun berbicara hanya kepada istri, suami, anak, pacar, atau saudara yang pergi dengannya.
"Bagaimana kalau itu selingkuhan?"
"Meneketehen."
Mereka bahkan semakin jauh dari dunia yang sudah eksklusif itu. Dunia yang tak lebih dari 4-5 orang. Tertawa dan bercerita seolah tak ada orang lain di samping kiri-kanan mereka. Semua orang mengklaim sebanyak mungkin dunia kerlap-kerlip itu. Dan rombonga kami pun menjauh. Terbenam dalam kelam dan berbisik satu sama lain.
"Mana Pa'Nick?"
Ah, terus terang saja, kami berharap Roro kami jumpai atau kami dengar namanya disebut. Namun dia bagai pesan Ibu yang absurd dan diselimuti takhayul.
"Kau juga tak perlu Roro yang menghabiskan waktu untuk makan makanan asing dan siap saji kan?" tanya Pa'Nick dari arah depan, seakan mengajak kami berkelahi, membuka kegetiran kami, membayangkan Roro yang Ibu sanjung-sanjung terselip di antara ketiak para penyuka makanan asing.
"Lantas kenapa kalau mereka doyan makanan asing?" Anastasya bertanya, seolah dia tersinggung.
"Asal saja mereka tidak menjelek-jelekkan makanan bangsa sendiri."
"Sok Nasionalis sejati lo!" seru Julbee dari arah samping.
"Ih, ini anak, muncul dari mana die?"
Dan tertawalah mereka, dalam keakraban yang sudah dinantikan sejak setahun silam. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!!
0 komentar:
Posting Komentar