22
"Tumben."
Yah, kami tidak mau mendengarkan musik, dering sms, bunyi tit...tit...telepon rumah, atau main game bersama anak tetangga yang kecil-kecil. Kami ingin bersosialisasi dengan orang-orang banyak. Sebanyak tangan kami bisa merangkul dan sekuat mulut kami mengucapkan kasih sayang. Kenapa?
"Mungkin ada Pak Tua yang mencari sesuatu." Atau anak kecil yang ingin tahu tentang sesuatu yang tak mau dijawab ibu atau ayahnya. Atau babysitter yang tampak risi dan jengkel. Kenapa?
"Karena dia cantik tapi mesti jadi babu dari si nyonya gendut, ada di depan umum, dan di suruh-suruh nyonyanya yang asyik mengisi perut buntalnya sambil bersenderan pada suaminya." Bermesraan seakan mereka adalah dua remaja yang baru jatuh cinta.
Tapi di tempat umum itu, orang-orang sibuk. Sibuk membaca. Sibuk makan. Sibuk melihat-lihat. Berbicara pada orang yang datang bersama mereka. Ber-sms ria. Menelepon, bermain game, dan banyak lagi. Jadi kami sadar cuma diri kami yang tidak berpasangan. Sendiri, tanpa kesibukan. Tapi kami senang sebab kami bisa menikmati tempat itu tanpa dibatasi oleh keinginan untuk terus. Terus apa?
"Terus makan. Terus menunggu balasan sms. Atau terus berdebar-debar apakah seseorang di samping kita akan mengatakan atau membelikan sesuatu yang membuat kita serangan jantung karena marah atau bahagia."
Kira-kira satu jam berlalu sebagai turis, kami menelepon ke rumah, mengatakan bahwa kami akan pulang sebentar lagi. "Masak apaan?" Kemudian dari sana berjalan ke arah kami, wanita itu. Rambutnya berwarna cokelat, lurus, dan diikat, berponi. Percampuran yang menakjubkan bahkan buat kami yang tidak tahu menilai wanita. Wanita ini berwajar bagai patung-patung peninggalan Majapahit dan Mataram. Tingginya kira-kira 1,45. Body-nya pas. Pakaiannya rapi, cocok dengan tempat ini. Dan dia memandang, tersenyum kecil. Dan kami langsung tahu, mungkin juga pura-pura tahu, kami jatuh cinta padanya.
"Rasanya aku sudah kenal lama sama wanita itu."
Bahkan rasanya kami dapat menceritakan dengan lugas siapakah wanita ini, namun tentu saja kami tak sanggup. kami terlalu terpesona pada keutuhan ciptaan Tuhan ini. Kemudian ketika dia makin mendekat, kami berjalan keluar, kembali ke rumah. Namun wanita ini mengisi ingatan kami sepanjang hari itu. Kami juga tak ceritakan soal ini pada yang lainnya. Kami hanya ceritakan pengalaman "tidak enak" pada mereka bertiga.
"Ketika keluar dari tempat belanja itu, di pintu kaca otomatis, aku ga sengaja, memang juga ga tahu. Aku menyenggol payudara seorang perempuan. Kekasih perempuan itu lalu mengomeliku. Si perempuan juga ikut-ikutan. Mereka bilang sama aku: KAMPUNGAN! Terus aku bilang sama mereka: OKAY!"
Banyak reaksi orang setelah itu. Namun kami lebih merindukan makanan yang dimasak saudara-saudara kami yang di rumah dari pada bertengkar dengan dua orang tolol ini.
0 komentar:
Posting Komentar