16
Mestinya kami orang-orang asosial. Karena ketika pulang kuliah di tengah hari, kami temukan cewek-cewek remaja di angkutan umum. masih sangat muda dan sedang mekar-mekarnya. Seorang dari antara mereka, yang saking tingginya, jika melihatnya berdiri, langsung teringat si ikan duyung dalam film 30 Hari Mencari Cinta. Dia berkeringat meski hari tidak terik-terik amat. Dia adalah cewek yang sering main basket dengan teman-teman cowok kakaknya di lapangan basket dekat masjid itu, dekat kompleks rumah kami. Ternyata siswa SMA ini tetangga di blok sebelah. Hampir dua tahun menetap di blok ini, kami kok tak sempat kenal dia? Kami tak kenal satu sama lain? Tapi Si Tengah, yang ingin pergi potong rambut jeleknya itu, sekarang sedang duduk di samping wanita cantik bercelana pendek..pendek sekali.
Kulitnya bagus. Terawat. Mungkin seorang model. Wanita karier atau mahasiswi yang manja. Wanita ini kiranya juga asosial sebab dia tidak pernah menatap penumpang lainnya; sibuk dengan belanjaan dan hp-nya. Si Tengah mengatakan bahwa wanita itu bertanya padanya, "apakah kamu kuliah sastra?" sebab dilihatnya Si Tengah memegang buku roman. Dijawab, "iya."
"Sastra sekarang lebih mudah diakses, membuat rasanya, menjadi bukan barang berharga dan menggetarkan lagi."
"Tentu saja. Teknologi dan pasar global. Sebenarnya itu ada untungnya bagi penulisa dan masyarakat kelas menengah ke bawah."
"Tapi karya sastra jadi seperti koran. Dibaca saja sebagai sesuatu yang lewat hari ini dan dibuang. Rasanya roh sastra telah terbang, hilang. Kamu suka menulis?"
"Yah, untuk tugas Bahasa Indonesia saudara-saudariku, teman-teman atau yang lebih sering untuk Bapak sebab dia guru dan suka bercerita pada anak-anak muridnya."
"Aku suka fiksi, juga fiksi sejarah. Aku menulis beberapa, tapi tak pernah berani mengirimnya ke majalah perempuan. takut ditolak. Maukah kamu membaca tulisanku?"
"Bagaimana kalau kita pakai satu nama pengarang dan kita kirim bersama-sama?"
"Kalau kita bertemu lagi."
Okay. Si Tengah turun di depan parkiran sebuah salon kecantikan, dan mengatakan kepada seorang waria bahwa dia ingin rambutnya dipotong pendek. Cambangnya tak usah dirapikan. Juga kumis dan jenggot. Waria itu memandanginya heran karna Si Tengah menghayal. Dan hanya menggumamkan, "Ham", jika ditanya ini itu. Ketika dia membayar, si waria bertanya, "Abang seorang seniman?"
"Teman saya yang cewek tadi itu."
Dan bengonglah orang-orang di salon itu waktu Si Tengah melangkah keluar dan menyetop angkutan umum di jalan. Angkutan umum itu dipenuhi anak-anak sekolah yang berkeringat dan bising minta ampun. Tapi mereka memang butuh mengekspresikan diri. Mereka toh sedang melakukan pencarian jati diri besar-besaran....
0 komentar:
Posting Komentar