19
Hari yang aneh. Perasaan aneh. Tapi lebih baik pilah-pilah sampah di rumah dan pergi berbelanja--kalau punya banyak duit--dengan menggunakan keranjang sendiri atau tas dari bahan yang bisa di daur ulang dari pada berkotek terus menerus tapi mengharapkan semua belanjaan dibungkus rapi dalam plastik-plastik sialan itu.
Tapi itulah, kami juga sering menyalakan lampu sepanjang hari atau mencabut rumput dan bunga-bunga liar di taman demi memasang konblok agar kelihatan rata, rapi, dan mulus. Dapat disejajarkan dengan halaman tetangga di sebelah yang kami sebut: "Tuan-Nyonya Pameran". Sebab setiap kesempatan kami saksikan mobil mereka yang banyak, kemudian di atas atap mobil itu mereka tutup dengan payung-payung besar permanen, dan di bawah ban mobil, mereka tutup tanah resapan air hujan dengan semen yang indah. Jika datang hujan, curahan air hujan akan penuh di got depan, naik tinggi dan menyebabkan banjir di rumah-rumah tetangga. salah satunya rumah kami yang sedang kami set ulang dengan tanaman hias aneka ragam kecuali kaktus.
Kami semua tak tertarik pada kaktus. Sebab menurut Si Tengah, "Kita bukan seniman Kontemporer."
"Memang ada hubungannya?"
"Iya."
Apa misalnya?"
"Cari tahu aja sendiri."
Juga sebab kami bukan seniman abstrak atau apalah, menurut Si Tengah yang sok tahu. Anehnya, kami tetap mengisi pot-pot bunga gerabah itu dengan kaktus. Mungkin kami teringat pada Patricia.
0 komentar:
Posting Komentar