15
Kami adalah segelintir orang yang tidak suka jalan-jalan. Lebih suka tingga di rumah sendiri atau berleha-leha di rumah teman-teman kami yang jaraknya tak lebih dari sepelemparan tombak dari rumah kami. Sebab kami lebih suka naik angkutan umum untuk perjalanan yang lama daripada harus naik-turun, pindah-pindah dari satu mobil ke mobil yang lain. Lagipula, untuk urusan jalan-jalan, kami mesti hemat-hemat, karna Ibu dan Ayah menanggung 4 orang pemuda kuliahan di kota besar. Meski harta Kakek dan Ayah tidak akan habis sampai kami punya cucu asalkan kami semua ikut program KB.
Namun hari ini, setelah mendapatkan pelajaran yang bagus-bagus, kami ingin lebih mengendapkan ilmu yang berharga itu dengan refreshing. pilihan kami jatuh pada tempat yang bisa didatangi dalam jumlah banyak orang. Hari berjalan dengan apik. Di sana-sini tetap saja ada kecelakaan, kematian, dan trafficking, dunia terus bergulir, seperti jiwa-jiwa kami yang masih bersih. Sewaktu hendak pulang sebab hari menjelang jam 8 malam, Si Bungsu yang telah kami larang agar jangan kencing di belakang pohon besar yang rindang itu, kencing juga di situ.
"Kau tahu, mungkin malam nanti ada orang miskin yang tidur di situ atau sepasang kekasih memilihnya sebagai tempat mengikat janji..."
"Sorry, tidak kepikiran."
"Primitif-egois."
"Jangan salahkan dia."
Kami tetap membahas ulahnya itu. Dia malah pergi sendiri, meninggalkan kami bertiga, kakak-kakaknya yang selalu memperdulikan keberadaannya, seperti Ibu dan Ayah. Dia merasa seolah tak bersalah. Dan kami bertiga yang jengkel, mengejarnya.
Sampai di dekatnya, tepat dua meter di belakangnya, yang sedang merunduk, Si Bungsu bilang, "Diam. Sssttttt...Ada orang sedang transaksi."
Sembunyi-sembunyi, kami mengintip. Selama 15 menit kami melihat. Dunia seperti tak ada aturan. Mungkin ini yang dinamkan Paradisum Baru, yang jelas sekali berbeda langit dan bumu dengan Paradisum Lama, yang tertulis dalam kitab-kitab suci dunia. Di atas sederetan sepeda motor dan dua buah mobil mewah, orang bercumbu; asyik dengan rokok dan liquid. Seorang perempuan melihat kami. Kami taksir dia 20 tahun, bisa kurang, sebab dia langsing sekali. Seperti kehabisan gizi. Dia meneriaki kami berempat. Dan secepat perginya teriakan itu, kaleng-kaleng minuman mereka melayang ke arah kami. Kami sempat ambil 2 kaleng yang masih setengah isinya, dan mencuci tangan kami yang kotor kena tanah, akibat merangkak tadi di semak-semak.
"Kau yakin mereka nge-ganja?"
"Lihat saja mata mereka."
0 komentar:
Posting Komentar