Sewaktu lamunannya buyar dan kesadarannya kembali terjaga, ditangkapnya kelebatan hijau jangkung, meluncur tembus ke dalam pilar-pilar dan tembok batu. Seharusnya itu cuma ilusi yang berbaur dengan lamunan dan kegentaran, katanya dalam hati. Dengan gegas dia berbelok ke kiri, terus lurus, kemudian belok ke kanan. Kini tubuhya yang masih langsing di masa tuanya, melambai di bawah langit-langit kayu Pahlawan, kecil, rapuh, dan menyedihkan.
Setiap kali melewati sebuah ambang pintu, dua orang pengawal menunduk, dibalas anggukan oleh permaisuri Sallugrun. Dan akhirnya setelah ambang pintu yang terakhir, dia keluar, menuruni tangga batu, menuju udara yang segar, alam yang bebas, menuju udara yang segar, alam yang bebas. Menuju kekasih tercintanya, Sallugrun Makelais, di Kotte du Flouwa, terbaring sakit dan merasa kecewa.
makelais menunggu. Melihat lewat jendela bulat besar, seorang kekasih melangkah ringan dengan menyembunyikan kerat beban di pundak dan dada. Apa yang harus kuperbuat agar dia mengurungkan niatnya? tanyanya dalam hati, sedih sekaligus bangga memiliki seorang pendamping sesetia itu.
Pintu kamar terbuka. "Kau rupanya. Kau datang kemari lagi. Kau seharusnya menghadiri pertemuan Dewan Klan, sayangku Novirya."
"Aku tidak akan kemana-mana lagi. Tempatku di sini, di sampingmu. Semuanya akan baik-baik saja."
"Tidak semuanya. Aku...," Makelais berhenti sejenak, menatap keluar jendela, jauh, mungkin mencoba mengukur sejauh mana tanah-tanah leluhur klan; seluas apa tanggung jawab yang telah diembannya; dan seberapa banyak hasil yang telah dipersemahkannya untuk para penduduk Ellezmaior. "...aku akan pergi dengan tenang, entah dengan atau tanpa racun itu. Aku akan menyongsongnya dengan gagah perkasa."
Novirya terisak. Menjambak rambutnya sendiri. Membiarkan air mata mencoreng mukanya. Kemudian memperdengarkan tangisnya, ratapnya, kemarahannya, penyesalannya. "Oh, demi Pohon Kehidupan Ur-Adamah, aku lebih baik melahirkan seribu bayi perempuan--atau lebih baik mandul--dari pada harus melahirkan bayi laki-laki dan kehilangan kekasihku tercinta. Oh, makelais, aku tak bisa hidup--"
"Sssttt...jangan menyesali kehidupan yang diberikan ke rahimmu. Aku mencintaimu lebih dari apapun. Tapi aku seorang Sallugrun. Aku akan mati sebagaimana pejuang mati."
"Begitu pula aku, kekasihku."
0 komentar:
Posting Komentar