9.
Dari Situ juga kami yang tolol, tahu satu hal: bahwa kami yang gurem ini akan didekati perempuan-perempuan modern itu ketika orang-orang mulai berpisah dari mereka dengan sengaja--mereka berbuat seolah-olah tertarik gila-gilaan pada kami. Seperti cinta Ibu pada Bapak yang sawo matang, brewokan, dan giginya agak sedikit kotor sebab perokok berat, sedangkan Ibu, halus dan manis. Jika sedang berpelesiran, Ibu sering dikira kakak sulung kami. Jadi kami tak perlu menaruh curiga, tapi kami curiga juga pada perempuan ini. Kami katakan pada diri sendiri," perempuan yang hebat ini akan mencintai kami apa adanya", namun ternyata mereka mendekati kami karena kami kebetulan berada di situ. Dipilih secara acak dari sejumlah orang lugu bertampang tolol, dan karena si perempuan tak bisa hidup tanpa laki-laki yang selalu menyanjungnya--dia mendekati kami. Dan kami terpaksa mencari sosok Roro di dalamnya. Tak tahulah kami, apakah sudah menemukan sedikit atau belum sama sekali. Tak tahulah. Bagaimanapun kami mencari Roro. Sebab kami yakin? rasa sayang kami padanya lebih dari sekian banyak kenyataan di bumi ini.
Lelah, kami lelah, padahal pencarian Roro tak bisa berhenti sampai di sini. Kami sudah memilih untuk mulai...Lelah, kami ingin tidur di samping Roro, namun bawah sadar kami termodifikasi. Dalam mimpi kami, patria, sosok perempuan familiar sekaligus asing datang. Setelah berdebat panjang lebar dan lelarian kesana-kemari, kami terlelap di sisi Patria. Rasanya damai sekali ketika tangan memeluk keseluruhannya yang halus dan sejuk. Kami melambung bahagia, hingga subuh merekah, sosok Patria jadi jauh lebih nyata dari pada Roro. Mungkin kami harus memilih menemukan sosok yang mana lebih dahulu. Roro atau patria...
Sesungguhnya kami tak ingin Ibu tahu soal hal ini. Dia mungkin akan mencaci maki kami dengan nasihat jika kami terombang-ambing. Tapi sepenting apakah Roro ini, Ibu????
0 komentar:
Posting Komentar