*Ishtya pernah membacakan puisi ini dalam ketidaktahuan di sebuah acara api unggun di puncak Semeru. dia menjadi malu dan jijik pada saya sebab saya patriarkhis, katanya. saya memandang rendah perempuan dan melanggengkan stereotype yang lelaki percayai: wanita itu makhluk kotor, ular. tapi ketika kembali ke rumah, saya bicara baikbaik dengannya. saya katakan, sajak ini saya tulis berdasarkan pengalaman nyata dan pribadi ketika saya naik kereta di Tebet menuju Bojonggede. ada gerbong untuk perempuan di 1 dan 8 tapi banyak yang naik di gerbong lain. mereka tidak berpegangan pada gantungan sebab padat manusia. mereka sibuk dengan BB. lalu kereta menghentak dan mereka terhempas. ketika menamrak lelaki di belakangnya, mereka memandangnya jijik, seperti lelaki jelek itu baru merabaraba tubuh mereka*
Kereta
pintu yang buka tutup tanpa sebab
kepala yang menjulur lalu mencaricari
kakimu menginjak tumpukan kaki
dan kau mengucap maaf meski kau telah didorong
Tubuh lain yang molek
membelahbelah bagian dadanya dengan bebe di tangan
malaskah dikau berpegang ke atas, wanita?
lalu dia terhempas mencari pegangan
Tubuh lelaki yang kaku dan jantan
tegak agak terhuyung marahmarah
sebab dikau hanya mengeluh dan memandang jijik
"jangan pernah memuji dirimu."
sebab siapa yang kan melecehkan dirimu
jika bukan dirimu sendiri, wanita?
Kereta
pintu yang buka tutup tanpa sebab
kepala yang menjulur lalu mencaricari
kakimu menginjak tumpukan kaki
dan kau mengucap maaf meski kau telah didorong
Tubuh lain yang molek
membelahbelah bagian dadanya dengan bebe di tangan
malaskah dikau berpegang ke atas, wanita?
lalu dia terhempas mencari pegangan
Tubuh lelaki yang kaku dan jantan
tegak agak terhuyung marahmarah
sebab dikau hanya mengeluh dan memandang jijik
"jangan pernah memuji dirimu."
sebab siapa yang kan melecehkan dirimu
jika bukan dirimu sendiri, wanita?
0 komentar:
Posting Komentar