Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Introduksi

Blog ini mengemas NEWS, PROSA, PUISI, dan CERITA-SEKITAR-KITA. Sebagian besar berisi berita yang "Tidak Mengenakkan Dalam Masyarakat". Alasannya adalah supaya para pembaca tidak ikut-ikutan menjadi Orang Indonesia yang "Buruk". Kita sudah bosan dengan kerusuhan, konflik, entah atas dasar SARA atau Intervensi Asing, jadi marilah kita lindungi diri kita dari orang atau kelompok yang "Menginginkan Keburukan Terjadi Dalam Negeri Kita Ini".


_Asah Terus Penamu_





WeDaySupport

Tamu Wajib Lapor










hibah sejuta buku

Herman J Masan, Tersangka Pembunuhan Merry Grace?

  • Kamis, 07 Februari 2013
  • A. Moses Levitt
  • Label , , , , ,

  • Herman J Masan, Tersangka Pembunuh Merry Grace

    Herman Jumat Masan (45) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Sikka, NTT, dalam kasus pembunuhan Merry Grace dan dua orang bayinya, yang merupakan hasil hubungan intim antara pelaku dengan korban. Ketiga korban dibunuh di Desa Lela, 25 km arah barat Maumere, Flores, pada tahun 2002.
    Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sikka, Ajun Komisaris Achmad, di Maumere, Selasa (5/2/2013), mengatakan, hasil pemeriksaan polisi menunjukkan pelaku mengakui sebagian perbuatannya tetapi menolak sebagian lainnya. 
    "Kami telah periksa pelaku, begitu turun dari pesawat. Kami jemput dia, yang baru datang dari Kalimantan, bekerja di sana. Dia sudah menjadi tersangka," kata Achmad.
    Herman Jumat Masan diduga membunuh tiga nyawa, yakni Merry Grace dan dua bayinya. Kasus ini sendiri baru terungkap pekan lalu setelah saksi kunci yang bernama Sofi melaporkan kasus ini kepada keluarga Merry Grace.
    Sofi adalah mantan pacar HJM. Karena HJM tidak bersedia menikahinya, ia pun melaporkan perbuatan HJM itu kepada polisi dan keluarga korban. Pembunuhan itu diduga dilatari motif asmara. Kemarin, orangtua korban dan sebagian warga ada di Polres Sikka, menyaksikan proses pemeriksaan terhadap Herman Jumat Masan. 

    Tanggapan:
    #1 Benar-benar menarik karena pembunuhan ini terpendam selama sepuluh tahun. Padahal daerah Flores, meskipun bergunung, berlembah, dan berhutan, masyarakatnya saling memperhatikan, dan tentu saja tidak ada gossip atau sesuatu yang mencurigakan yang luput dari perhatian orang-orang yang sangat social dan punya rasa ingin tahu yang besar ini. Banyak pembunuhan telah terjadi di Flores, tapi itu mungkin bisa dihitung dengan jari—kecuali pembunuhan yang terjadi karena perang tanding—dan tidak terlalu mengejutkan seperti yang kali ini.
    #2      Kasus ini menjadi istimewa karena melibatkan mantan imam dan mantan suster—meskipun begitu kita tetap harus memandang mereka sebagai manusia normal seperti kita—yang diharapkan tidak terlibat hubungan asmara apalagi sampai berujung pembunuhan. Pasti banyak gossip yang mulai menyebar, banyak kata-kata menghina untuk pelaku dan korban, meski begitu, dari kasus ini kita semua, terkhusus umat Katolik dan masyarakat Flores, bisa belajar bahwa imam dan suster bukanlah dewa. Perlakuan masyarakat Flores kepada imam—suster tidak terlalu—sebagai manusia yang levelnya lebih tinggi ini, bagi saya, kadang menyebabkan masyarakat Flores menutup mata dan permisif terhadap “kasus-kasus” serupa—meski tidak melibatkan pembunuhan.
    #3      Kasus asmara, hubungan intim seperti ini bukanlah suatu hal yang baru, mengingat banyak kasus yang sudah terjadi sejak dulu, dan sebagian besarnya tidak diungkap karena menjaga nama baik agama dan imam. Dengan terungkapnya kasus ini, semoga para imam—dan suster(mohon maaf, saya melihat suster sebagai korban laki-laki)—yang “pernah” melakukan hubungan asrama, sedang, dan yang berniat, dimohon menahan diri. Memang tidak bisa menghilangkan nafsu seks, tapi bukankah setiap orang punya pilihan menjadi baik dan buruk? Kalau hendak menjadi imam—atau suster—tanggung juga konsekuensinya. Atau jika sudah melakukan, atau berniat melakukannya, bersikaplah jantan dengan mengundurkan diri lalu menikah saja. Simple kan?
    #4      Ini adalah gambaran kelemahan gereja dan otoritas gereja di Flores. Semacam koin bermata dua. Di satu sisi terkenal religious sementara di sisi lain menyimpan “penyimpangan” yang “mengerikan”. Ayo, otoritas gereja dan masyarakat saling terbuka, bekerjasama, jangan lagi menganggap pelajaran seks dan relasi social antara perempuan dan laki-laki sebagai hal yang tabu. Siapa tahu dengan saling terbuka dan mengenal satu sama lain, kasus-kasus serupa bisa diminimalisir. Sebab saya tidak yakin kasus semacam ini bisa dihilangkan. Ini sudah semacam budaya. Kalau di setiap keluarga ada “cacatnya”, siapa yang akan merasa malu lagi jika melakukan “cacat” yang sama?

    Avram ben Naphtali

    0 komentar:

    Related Posts with Thumbnails

    La Musica