83
Akhirnya kami tiba di masa yang ujung itu. Meski kami belum terlalu tua untuk di panggil senior di kampus ini, kami tetep merasa sudah lama bercokol di kampus yang agak kurang mentereng ini.
Akhirnya kami tiba di masa yang ujung itu. Meski kami belum terlalu tua untuk di panggil senior di kampus ini, kami tetep merasa sudah lama bercokol di kampus yang agak kurang mentereng ini.
Pencarian atas Roro tersendat sebab kami begitu sibuk mengerjakan paper dan belajar untuk UAS.
Kami berharap, jauh di sana, Roro juga bersiap belajar dengan sungguh hingga dia dapat nilai A.
Entah kenapa kami merasa Roro lebih membutuhkan nilai A dari pada kami?
Mungkin itu hanya sebuah delusi?
Si Sulung sedang sibuk mengerjakan skripsinya yang tertunda, dan itu menguras seluruh tenaga dan psikisnya. Si Tengah sedang mencari-cari kerja dikit-dikit buat dapat uang jajan dan nyicil beberapa buku yang dibon-nya di toko buku seorang teman. Sedangkan Si Bungsu merasa wajib menolong sesering mungkin teman-temannya yang tidak terlalu pandai Logika, sebab ujian Logika nanti agak serem.
"Dosennya killer. Lo pasti dapat C atau D."
Itu pesan Si Sulung. Meski dia sedang botak rambutnya akibat sering cabut pas mempelajari skripsi dan presentasinya, dia masih sempat mengajarkan tips dan trik buat kami adik-adiknya agar dapat nilai bagus buat dosen ini dan itu.
Hari-hari terakhir ini Si Abang begitu baik. Rasanya jika kami berpikir tentram sejenak, kami akan mendapati diri kami ketakutan dan sayang setengah mati sama Si Abang, sebab menurut pengalaman kami, jika seorang saudara akan meninggal, dia akan membuat suasana di rumah begitu nyaman dan sayang. Seperti minggu terkahir sebelum ujian semester ini.
Waktu mereka semua sedang sibuk belajar di ruang belajar, kami naik ke kamar dan menyalakan lilin yang tinggal seiprit. Lilin itu kami dapat dari sisa pembakaran di sebuah gua Maria di sebuah gereja dekat kampus kami. Dan siang yang terik itu, kami mulai berdoa buat Si Sulung:
"Tuhan, jangan ambil Abang secepat itu."
0 komentar:
Posting Komentar