Bersambung hari kemarin. Si Sulung berkelakar, "Sesekali lo dermawan dan beli-beli barang yang diiklanin gitu. Supaya paling ngak, kita pernah ngerasain gimana enaknya jadi orang kaya dan bisa beli semua hal yang diiklanin di tivi."
Mungkin denger kelakar itu, Si Tengah teriak dari kamarnya, "Uang bensin, bro. Eh, gw pake Pertamax neh, kan gw pinjem CBR temen Ucok."
"Ah, lo ma enak, jalan-jalan, nampang, trus godain cewek. Siapa yang ngak pengen nungging di CBR gitu?" Si Bungsu ngeluh sebab dia hanya perlu pergi jalan kaki ke warnet Prima buat browsing. Tapi kami menguatkan kelemahannya, sebagai anak bungsu yang selalu mau dimanja. Dalam hati kami berkata, lo ngak selamanya digendong Ibu, Dek. Lo lagi merantau ini.
Kami bilang ke Si Bungsu, "Kan gw juga di rumah aja, ngedit-ngedit. Lo ngak inget, Dek? Gw sama Abang gak jalan-jalan. Jadi lo ngak perlu merasa ngak adil kaya gitu. Demi saudara bahkan ngak adil juga ngak apa-apa. Kalo Abang Skripsinya bagus trus dilirik buat dijadiin buku, lo kan kebagian KuePiang juga."
Petangnya Ibu menelpon. Mungkin karena saking rindunya pada kami berempat.
"Apa kabar Ibu?"
"Baik-baik saja. Hari apa kalian pulang?"
"Ngak IBu. Kami harus bahu membahu menyelesaikan Skripsi Abang."
"Baiklah. Skripsi Abang kalian jauh lebih penting. Baik-baiklah kalian di situ. Jangan mabok. Jangan ngerorok banyak-banyak. Banyak-banyak minum air putih."
"Terima kasih Ibu. Tuhan menjagamu."
"Begitu pula kalian anak-anakku tersayang."
Besoknya, subuh-subuh, saudari kami yang nomor 5 mengirim sms singkat: Ibu Sakit.
0 komentar:
Posting Komentar