Kelambanan penanganan bencana banjir bandang di Wasior, Papua Barat, disebabkan buruknya koordinasi penanganan oleh pemerintah. Padahal, jika pemerintah betul-betul menyadari bahwa Indonesia adalah negara rawan bencana, koordinasi bisa dirumuskan sejak awal sehingga implementasinya lebih baik.
Kepala Konsorsium Pengurangan Risiko Bencana Dadang Sudardja mengatakan, persoalan penanganan bencana bukan terletak pada ketersediaan aturan yang jelas, tetapi pada aspek implementasinya. Implementasinya sering gagal karena tak ada koordinasi.
"Harusnya sudah bisa diprediksi, ya. Kami kan punya peta kerawanan bencana. Negara ini punya tingkat bencana yang cukup tinggi. Kami harusnya punya aparat yang punya daya jelajah tinggi. Harusnya kalau dikoordinasikan dengan baik bisa. Tapi, kami tidak mempersiapkan diri. Saya kira persoalannya di tingkat koordiinasi, pola komunikasi yang membuat bertanya terus ini kewenangan siapa?" ujarnya dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (9/10/2010), yang bertajuk "Bencana Alam Mengancam".
Dadang mengatakan, terjadi stagnasi di pemerintah daerah dalam merespons kebijakan tentang penanganan bencana. Dalam data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diterimanya, Dadang mengatakan, korban bencana masih mengalami kekurangan bantuan, terutama kebutuhan dasar pengungsi, seperti makanan, tenda, selimut, premium, dan kantong jenazah. Para relawan yang masuk juga masih minim.
"Kalau bisa berjalan baik sebenarnya bisa diminimalisasi. Kami ini reaktif. Padahal, kami sudah ada peraturan tentang pengaturan bencana dan ada rencana nasional yang bisa diimplementasikan," kata Dadang.
Staf ahli presiden, Velix Wanggai, mengatakan, pemerintah sudah memiliki standar penanganan bencana yang sudah diterapkan dalam tiga tahun terakhir. "Peta kerawanan bencana dan perubahan iklim sudah ada," ujarnya.