Introduksi
_Asah Terus Penamu_
WeDaySupport
Kereta Listrik Jakarta-Bogor
Adakah Anak Punk Era Soeharto?
Siapakah #DKI 1 Itu?
Siapakah #DKI1 Itu?
Jumat, 14 September saya berangkat subuh menumpang communterline Bogor menuju Jakarta, kota yang selama tujuh tahun pernah menampung saya. Banyak kawan masih menetap di ibukota yang sering banjir dan macet itu (Bogor juga sering banjir dan macet. Tidak semua Jakarta banjir dan macet kan?), sebagian karena masih melanjutkan kuliah S2 sebagian karena sudah mendapatkan pekerjaan bagus. Sementara saya karena merasa Jakarta sudah cukup menampung saya, saya memutuskan untuk hijrah ke Bogor dua tahun lalu, kira-kira pada bulan ini, September.
Yang membedakan September dua tahun lalu dan September sekarang adalah sedang hangat-hangatnya orang membicarakan siapakah yang akan menjadi #DKI 1, apakah Sang Gubernur sekarang atau Jokowi Sang Bupati Solo? Sebagian besar masyarakat yang mengaku berpendidikan #Lumayan, #WargaPendatang, #NonMuslim, #Dll, atau katakanlah saja semua warga Jakarta Raya yang menginginkan perubahan, mendukung Jokowi sebagai #DKI 1 dan berharap Bang Kumis kalah dalam pemilihan putaran kedua nanti. Para simpatisan Jokowi yakin sambil menunggu dengan berdebar-debar, sama seperti yang mereka lakukan pada pemilihan putaran pertama lalu, bahwa jagoan mereka yang akan menjadi #DKI 1.
Saya bukan pendukung salah satu dari calon ini, dan bukan juga pendukung dari semua calon yang pernah ditampilkan. Secara sentimental karena saya bekerja dan tinggal di Bogor, saya bilang pada kawan-kawan saya yang di Jakarta bahwa saya memilih Alex dan Nono. Meski begitu saya tidak memakai hak pilih saya karena terhalang pekerjaan yang harus saya lakukan. Boleh dikatakan jagoan saya kalah telak, tapi saya tidak bersedih karena memang saya tidak sungguh-sungguh memilih salah satu dari mereka.
“APAKAH ANDA MERASA BERSUNGGUH-SUNGGUH MEMILIH SALAH SATU DARI BANG KUMIS ATAU JOKOWI NANTI? ATAU HANYA DORONGAN SENTIMENTIL SEPERTI YANG SAYA ALAMI. KEKASIH SAYA ORANG SUMATERA DAN SAYA TINGGAL DI BOGOR JADI SAYA MEMILIH ALEX DAN NONO?”
Jika gaya memilih saya merupakan gaya memilih sebagian pemilih Jakarta, saya yakin bahwa Jokowi akan memenangi pemilihan putaran kedua ini dengan suara jauh melampaui perolehan Bang Kumis. Tapi entah kenapa saya merasa tidak yakin Jokowi menang. Bukan karena saya bukan orang Jawa, tapi karena saya melihat realitas yang sedang terjadi di masyarakat. Dan ini hidup sejak zaman dulu kala, salah satu factor kenapa Jokowi kalah.
1) Dalam perjalanan saya menuju tempat tinggal kawan saya di Rawasari, saya melihat begitu banyak spanduk di pinggir jalan dan di mulut-mulut gang sempit, tempat orang-orang kelas menengah kebawah hidup berhimpitan. Spanduk itu berisi ucapan terima kasih warga setempat kepada Bang Kumis karena telah memperhatikan mereka selama masa jabatannya. Mereka berharap Bang Kumis terpilih kembali menjadi #DKI 1. Saya kenal beberapa orang di gang-gang sempit itu, dan dari cara bicara mereka saya kisa tahu dari suku bangsa mana mereka berasal. Suku bangsa inilah yang menjadi basis? Dukungan bagi Bang Kumis selama ini yaitu Betawi. Mereka merasa bagaimana pun Bang Kumis mewakili suara dan #Keminoritasan mereka di Jakarta yang mereka klaim sebagai tanah nenek moyang mereka sejak Belanda. Sementara itu saingan Bang Kumis non-Betawi, non-Jakarta. Ada kekhawatiran Jokowi tidak sungguh-sungguh memperhatikan orang Betawi yang makin hari makin termarginalkan dengan bertambahkan penduduk setiap kali #ArusBalikLebaran.
2) Kira-kira pukul 10.13 saya sampai di tempat tinggal kawan saya. Dia sedang mengetik sesuatu pada notebook-nya dan menyambut saya dengan gembira. Orang Jakarta menyambut warga Bogor. Saya tertawa senang. Kami minum es cincau sambil ngobrol, tapi bukan tentang #DKI 1. Kira-kira tengah hari, masjid dan mushollah di sekitar situ mulai ramai. Orang Muslim sembahyang Jumat. Sambil ngobrol kami mendengar tema yang saya dari semua penceramah yang berbicara di pengeras suara. Intinya adalah sebuah rumah tangga yang baik haruslah terdiri dari suami dan istri yang seiman. Seiman dalam artian sama-sama Islam, jika seiman dalam agama lain, itu bukan urusan penceramah itu. Kemudian penceramah menganalogikan bahwa sebuah negara sama seperti rumah tangga, pemimpinnya harus seiman, sama-sama Islam, jika tidak negara itu akan kacau balau, dan si penceramah tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Menarik sekali. Bang Kumis dan pasangannya adalah Muslim, sedangkan Jokowi dan pasangannya, diketahui #PernahBerbauKristen. Yang harus dicatat, meski sila 1 Pancasila mengatakan yang enak kedengaran, tapi pemimpin di ibukota negara, haruslah Muslim. Tidak lebih tidak kurang.
3) Pukul satu siang, setelah kenyang, saya naik 47 kemudian 52 menuju Stasiun Tebet, stasiun favorit saya pulang pergi Bogor-Jakarta. Sepanjang perjalanan dengan commuterline, saya mendengarkan radio. Di pertengahan jalan, radio itu memutarkan sebuah iklan alih-alih lagu-lagu bagus. Iklannya ternyata tentang bagaimana Bang Kumis sudah terbukti melakukan pekerjaannya (tidak dikatakan baik atau buruk), bagaimana Bang Kumis sudah menunjukkan bukti nyata dan sekarang sedang melanjutkan pembangunan, membebaskan Jakarta Raya dari banjir dan macet. Bandingkan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi? Belum, karena dia bukan #DKI 1. Dan selam ini dia tidak menetap di ibukota negera. Lalu masyarakat ditanya apakah mereka akan memilih yang tidak pasti dan belum terbukti? Sekali lagi, inilah keuntungan seorang calon #DKI 1 yang pernah dan sedang menjabat sebagai #DKI 1.
4) Bagi saya, idealisme buta akan realitas. Saya mendangar orang-orang mengeluhkan kinerja Bang Kumis kemudian orang-orang ingin dia turun dan digantikan dengan sosok baru yang membawa perubahan. Kemudian masyarakat Jakarta Raya ditawarkan banyak pilihan. Sebagain dari partai sebagian independen. Menariknya, masyarakat mengaku menginginkan perubahan tetapi mereka sedikit sekali memilih calon independen, yang boleh dikatakan bisa menyaingi #3FaktorBangKumis di atas untuk menuju #DKI 1. Apakah partai politik yang tolol atau masyarakat yang termanipulasi, saya tidak tahu. Nyatakanya sekarang, muncul dua sosok yang bisa dikatakan bertentangan. Yang satu pernah menjabat dan telah melakukan sesuatu untuk Jakarta Raya, yang lainnya belum. Yang satu mengklaim diri orang asli Jakarta Raya, Betawi, yang lainnya bukan. Yang satu Muslim dan yang lainnya berbau non-Muslim.
5) Kalau boleh menyalahkan, saya akan menyalahkan pihak partai politik pengusung, seandainya Bang Kumis tidak bisa tergeser dari #DKI 1. Kenapa saya menyalahkan partai politik? Tentu saja, kenapa partai pengusung tidak melihat ketiga factor di atas ketika mengusung pasangan calon? Kenapa dukungan tidak diberikan kepada pasangan calon yang tidak bisa diganggu gugat tentang #Kebetawiannya #Keislamannya dan #PengabdiannyaBagiWargaJakarta? Kenapa partai mengusung calon pasangan yang bakal menyebabkan masyarakat menjadi terpecah antara orang Jakarte atau bukan, orang Muslim atau bukan, Melakukan sesuatu untuk Jakarte atau belum.
6) Saya juga ingin perubahan sama seperti warga Jakarta Raya lainnya. Saya juga ingin banjir sedikit teratasi, macet bisa dikurangi, terlebih bagi saya, angka kejahatan berkurang di Jakarta Raya ini. Saya akan memilih #DKI 1 yang manawarkan #Keamanan dari tindakan kejahatan dari pada #Macet dan #Banjir. Apa gunanya bebas macet dan banjir, tapi nyawa kita tidak berharga di jalanan ibukota. Apa gunanya?
7) Saya kira ini salah satu factor kenapa angka #GolPut makin banyak. Karena dari semua calon pasangan yang diusung partai politik, tidak ada yang sungguh-sungguh meyakinkan mereka. Yang ditawarkan adalah semua hal yang bersifat material. Masyrakat Jakarta Raya membutuhkan yang namanya #Kenyamanan #Ketenteraman #Ketertibab. Rasa aman adalah kunci perubahan di Jakarta Raya. Kalau soal #Macet, solusinya kenapa tidak minta ke Kementerian Perhubungan dan Transportasi? Kenapa tidak minta solusi dari Produsen mobil, show room-show room atau dealer motor? Stop saja import kendaraan, dijamin mengurangi macet. Kalau soal #Banjir, tanya pada diri kita, apakah kita begitu konsumtif? Apakah setelah mengkonsumsi sesuatu, bungkusnya kita buang pada tempatnya? Apakah kita peduli pada tanah serapan air?
8) Jadi orang Jakarta Raya jangan cengeng. Kalau saya menjadi #DKI 1, saya akan bilang pada masyarakat Jakarta Raya bahwa “ENAK SAJA KAMU YANG BELI KENDARAAN BARU TIAP MENIT. KAMU YANG NYAMPAH SEMABARANGAN. KAMU YANG NUTUP TANAH DENGAN SEMEN DAN KONBLOK, KOK GUBERNUR YANG DISURUH BERESIN? TRUS KAMU SEBAGAI WARGA TUGASNYA APA? BIKIN MACET DAN BANJIR TRUS NGELUH?” Dan yang akan saya lakukan pertama kali adalah memberikan efek kejut pada preman dan orang-orang yang mengganggu keamanan di jalan raya.
9) Saya berdoa semoga tidak terjadi #Bakar-bakaran atau #Rusuh-rusuhan sebelum dan sesudah #DKI 1 terpilih, siapa pun orangnya. Dan saya masih yakin Bang Kumis akan tetap duduk di kursi #DKI 1.
-Rav Mordechai-
APAKAH MUNGKIN BUKU-BUKU FILSAFAT DISUSUPI ILLUMINATI-ZIONIS?
APAKAH MUNGKIN BUKU-BUKU FILSAFAT DISUSUPI ILLUMINATI-ZIONIS?
Seorang kawan saya pernah berkata kepada saya begini, “Kamu tidak akan pernah tahu sebuah kebenaran sampai seseorang mengakui perbuatan tercelanya. Kamu bahkan bisa saja selama ini menjadi bagian dari kebohongan itu dan akan kelihatan tolol sekali ketika kamu mengetahui kebenarannya.”
Saya katakan kepadanya bahwa saya tahu kebenaran tentang diri saya yang paling rahasia. “Kakek saya dituduh sebagai seorang komunis dan dia dihukum pancung pada tahun 66. Saya bahkan menulis buku tentang ini.”
Kawan saya itu tertawa dan mengatakan, “Buku, kawan, yang dipakai para Illuminati-Zionis itu untuk meninabobokan para cendekiawan dan membuat seolah-olah para professor mengajarkan matakuliah yang penting dengan referensi pada buku-buku itu, padahal mereka sebenarnya sedang mengajarkan paham-paham yang didiktekan oleh kelompok tertentu. Kelompok ini juga kemungkinan, lewat tangan tak kelihatan yang dermawan, menyokong dana untuk cendekiawan dan para professor itu. Institup pendidikan mereka? Ah, siapa tahu didanai juga? Cek laporan keuangan mereka kalau mau tahu dari mana uang-uang itu datang. Uang SKS mahasiswa tidak mungkin cukup untuk itu semua.”
Saya menjadi terbengong-bengong.
Kawan saya bilang, “Itulah kebenaran, membuat terbengong-bengong.”
Sejak saat itu saya mulai memperhatikan bahwa sebuah Institut Pendidikan yang pernah saya kenal, mengajarkan soal Filsafat, dan referensi mereka tidak lain tidak bukan berasal dari buku-buku. Kawan saya itu pernah bilang bahwa buku-buku itu kemungkinan dikerjakan oleh tim tertentu atau seorang jenius tertentu di sebuah lokasi yang dibiayai sepenuhnya oleh tentakel sebuah kelompok tertentu. Funsinya untuk apa? Untuk mempengaruhi pola pikir seseorang, alih-alih membuatnya pintar karena berpengetahuan. Ini kedengaran seperti seorang bapak memberikan buku tentang cara membuat pesawat kepada anaknya kemudian anaknya berhasil membuat sebuah pesawat yang menabrakkan dirinya ke sebuah gedung berisi orang-orang tak berdosa.
Agak sadis bukan?
Tahun 1848, seorang Yahudi Azkhenazi (berasal dari suku bangsa Khazar yang bukan Yahudi?) bernama Karl Marx (seorang Yahudi Kripto, nama aslinya Moses Mordechai Levy) menerbitkan The Communist Manifesto. Menariknya bersamaan dengan Marx mengerjakan ini, Karl Ritter dari Frankfurt University sedang menulis antithesis yang berikutnya menjadi dasar bagi “Nietzscheanisme” oleh FWN. Nietzscheanisme ini kemudian berkembang menjadi Fasisme dan Nazisme dan akan digunakan untuk menggerakkan perang dunia pertama dan kedua.
Astaga!
Buku, kawan, sebuah buku ternyata tidak hanya ditulis untuk menambah pengetahuan manusia, tapi mencuci otak manusia (bisa jadi para mahasiswa?) untuk melakukan apa yang diinginkan sekelompok orang agar mereka bisa mendikte dunia yang kita tinggali ini.
Tragisnya, Anda dapat melihat semakin banyak orang terlibat aktif dalam diskusi macam begini. Anda bisa melihat bahwa orang-orang yang menonjol dari para mahasiswa yang dianggap sudah terkontaminasi buku-buku tentang suatu paham, diperhatikan oleh teman mahasiswanya, dosen matakuliahnya atau bahkan rektornya sendiri. Apa gunanya?
Agar mereka bisa menjaga semangatnya.
Mahasiswa ini kemudian diakomodasi untuk menghasilkan buku-buku dengan tema yang sama, biasanya dalam rangka mendukung paham penulis buku terdahulu (yang didanai oleh kelompok jahat tersebut?) dan makin menyebarluaskan ide tersebut. Kritik terhadap paham tersebut ujung-ujungnya mendorong orang melihat sisi baiknya dan mempengaruhi orang untuk mengikutinya dengan bodoh.
Lihat saja, jika Anda mengambil tema yang dianggap sangat kritis terhadap sebuah buku atau paham, dosen matakuliah atau dosen pembimbing skripsi atau bahkan dosen penguji Anda akan membantai Anda. Membuat Anda berpikir bahwa Anda salah. Tulisan Anda jelek dan Anda tidak punya cukup bukti, tidak mempunyai pendasaran yang kuat dan hanya bisa dimasukkan ke tong sampah.
Sebenarnya apa?
Mereka takut. Mereka takut semakin banyak orang kristis terhadap apa yang mereka ajarkan lewat buku-buku (Filsafat?) itu. Mereka takut pada Anda dan mereka lebih takut lagi para agen-agen yang mendanai mereka selama ini. Jika makin banyak mahasiswa menulis sesuatu yang kritis, makin banyak kawannya membawa, bahkan kemudian ada penerbit independent yang menjadikan tulisan, makalah, skripsinya menjadi buku, dana yang mengalir selama ini akan stop perlahan-lahan dan kehidupan sosial para agen “isme-isme” itu akan hancur.
Oleh karena itu, Anda mesti membaca sebuah buku teks sebagai buku teks, bukan sebagai manual hidup Anda. Banyak buku, banyak ide, banyak isme, banyak sekali orang yang hendak menyetir Anda. Anda pikir dua buku dengan dua penulis dan dua isme berbeda adalah hasil kerja seorang diri dari sang penulis? Anda sebaiknya mulai berpikir bahwa dua penulis ini secara sadar atau tak sadar dibiayai dan dimasukkan ide-ide itu oleh kelompok tertentu.
Bagaimana kalau kelompok yang sama mempengaruhi dua penulis yang menulis isme berbeda?
Anda harusnya mulai berpikir bahwa mereka mempunya maksud mengelabui Anda. Bagi mereka tidak penting isme apa yang masyarakat ikuti atau masyrakat baca, yang terpenting adalah hasil yang akan mereka capai. Mereka mendesign dua isme yang berbeda dalam buku-buku, kemudian misalnya Anda memilih satu satu dan menolak yang lain. Anda lihat? Anda sudah dikotak-kotakkan. Anda sudah dimasukkan dalam barisan ini dan bukan itu. secara kasar, Anda bisa dikatakan sudah menjadi musuh potensial bagi yang lain, yang berbeda isme dengan Anda, atau yang berbeda bukunya dengan Anda. Anda memuja seorang filsuf dan mengutuk yang lain. Apakah Anda pernah melihat dosen Anda tertawa karena ini?
Anda mungkin sering melihatnya di ruang kuliah?
Di koridor?
Atau di ruangannya ketika Anda sedang bertamu?
Isme-isme dalam buku yang And abaca menggerakkan Anda dan orang lain. Anda lihat demo di jalanan? Isme dan buku yang mereka baca berbeda tapi mereka sama mendemo pemerintah atau sebuah otoritas, misalnya. Kenapa? Karena tujuan dari buku yang mengandung isme itu diarahkan kepada kekacauan dalam masyarakat, diawali dengan ketidakpuasan, demo, kemudian kekerasan.
Ingat, masayarakat yang Marx idam-idamkan justru membunuh banyak orang, menjarah, dan memperkosa, dari pada berbuat kebaikan? Anda pikir revolusi adalah tindakan heroik untuk mengembalikan hak-hak Anda, tapi ternyata Anda dan orang-orang lainnya dipakai oleh si penulis buku dan orang-orang di belakangnya untuk mengambil alih sebuah otoritas dan menguasainya. Sementara Anda dimana?
Anda akan dijadikan budak atau robot bagi mereka. Tidak ada yang berbeda dari apa yang Anda pikir Anda perjuangkan.
Apakah Anda pernah berpikir bahwa kemarahan pihak universitas kepada Anda karena Anda indisipliner berhubungan dengan yang Anda baca di atas? Sekarang saya berpikir bahwa mahasiswa-mahasiswa yang “tidak bisa diatur” ini meresahkan otoritas universitas karena Anda sebagai mahasiswa, tidak mudah diarahkan untuk sebuah kepentingan. Saya pikir jika Anda termasuk mahasiswa “Indisipliner” Anda jangan berkecil hati dan merasa tidak berharga sama sekali. Silakan Anda berusaha menjadi mahasiswa yang disiplin, tetapi harus tetap berjiwa pembangkang sama seperti ketika Anda disebut mahasiswa “tidak bisa diatur” karena dengan begitu Anda tidak mudah didoktrin oleh buku-buku isme-isme yang disodorkan dosen untuk Anda baca.
Salam!
_Hasmodaeus_
La Musica
About Me
- A. Moses Levitt
- Cipinang Indah, Jakarta, Indonesia
- Nenek berdarah Belanda, kakek berdarah Portugis. Bapak berdarah Aceh Singkil. Ibu melayu totok. Pernah bersekolah di St. Dominici, sebuah pendidikan berasrama dengan basik Latin, nyaris mirip Hogwarts. Tidak menyelesaikan kuliah Filsafat karena tidak relevan. Mencoba menulis cerpen yang tak kelar-kelar.
Followers
blogroling
-
Paus Fransiskus Mengangkat Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo Sebagai Kardinal - [image: Nick Doren Lewoloba] Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta Kabar gembira datang dari Vatikan untuk Gereja universal, khususnya Gereja Katol...5 tahun yang lalu
-
Panggilan - Tujuh belas tahun berdiam di lereng gunung merbabu, turun gunung menuju kota yang didirikan oleh Pangeran Pandan Arang. Mencari bekal disana selama empa...7 tahun yang lalu
-
Makna Cinta - Pada akhirnya merindukan menulis di depan layar laptop, menikmati sunyi malam dan gemericik turun hujan. Aroma aspal yang dihentak basah, ditinggal kuc...5 tahun yang lalu
-
Kisah masa lalu - Kembali menilik Kisah masa lalu Rasa mengelitik Sepertinya itu rindu Rangkaian kata Bukan tanpa makna Hanya ungkapan sebuah rasa Yang dulu pernah singgah10 tahun yang lalu
-
[MothersDay] Astuti - Untuk beberapa blogger yang punya FBnya pits pasti udah baca sekilas cerita tentang Astuti. Disini mo cerita lebih lengkap lagi ... Karena bulan ini banyak...8 tahun yang lalu
-
-
IDEOLOGI DEWASA INI DAN ‘KEGAIRAHAN’ PADA KIRI INDONESIA - Kata ideologi sendiri dewasa ini, dan mungkin juga sebagai sebuah warisan Orde Baru, bagaikan momok yang menakutkan di Indonesia. Kata ideologi kerap berko...9 tahun yang lalu
-
Sky is the Limit Layout - I had to shrink the wallpaper a lot in order for it to fit, therefore, you might not be able to read the words at the very bottom. Some of you might be a...11 tahun yang lalu
-
Saya Locavore, Ayo Kamu Juga Dong - Mencari Bumbu Khas di Pasar Peunayong Banda Aceh Suka makanan yang tergolong pangan lokal, itu saya. Suka makanan khas Palembang dan Sumsel secara umum, ...4 tahun yang lalu
-
"Beri Aku Jalan!" - Menembus jalan di kotaku, pada suatu ketika (mulai mendongeng – karena aku lupa hari apa waktu itu). Terdengar suara sirene dari arah belakang. Suaranya...11 tahun yang lalu
-
Pengalaman naik taksi online Bagian III : Supir ogah cancel order - Lagi, pengalaman kagak enaknya naik taksi online. Supir ogah membatalkan order. Padahal yang mau membatalkan dari pihak supir. Bukan dari pihak saya, selak...7 tahun yang lalu
-
NASI ULAM DI FOOD COURT MKG 1 dan 2 - Waktu kecil sering banget jajan nasi ulam. Tapi sekarang susah nemu nasi ulam. Mungkin ada yang jual tapi jaraknya dari rumah lumayan jauh. Sempat gugel wa...9 tahun yang lalu
-
Wellington and Farm - Mit der Tourismus Klasse war ich von Mittwoch bis Freitag in Wellington, Neuseelands Hauptstadt und angeblich die windigste Stadt der Welt. Dienstag Abend...8 tahun yang lalu
Labels
Cuaca Jakarta
PlurkNetwork
Sign In
Share It
Instant_Search
Popular Posts
-
**Hai, lihat gaun saya terbuat dari Sarung Cap Gajah Duduk lho. Belinya di Indonesia. **Pose ini saya tiru dari model-model sam...
-
Vice President Corporate Communications Garuda Indonesia, Pujobroto, menegask an, sama sekali tidak benar bahwa ada pelamar yang di...
-
<a href="http://www.goodreads.com/book/show/1337751.Larung" style="float: left; padding-right: 20px"><img alt=...
-
59 Suatu hari akhirnya kami tahu kalau wanita yang di laundry itu bernama Puput. Ada lagunya soal Puput ini yang selalu kami nyanyikan ...
-
Desas-desus , isu, gosip, dan apapun namanya itu, kini makin santer diperbincangkan dalam rumah-rumah penduduk Ordys Rexare. Pedagang-pedag...
-
Tadi gw berkunjung ke blogx SHUDAI AJLANI (dot) COM. Trus liat2 sebentar, ternyata ada Emo keren, namanya #EmotPocong, coz ada kira2 15 Emot...
-
Gw gak tau banyak tentang Ibu Listiana Srisanti (penerjemah Harry Potter) ini, tapi berkat teman blogger yang mencintai buku, Fanda, ...
-
“Ini adalah karma, kenapa saya datang ke candi ini,” kata Gere. Aktor Hollywood Richard Gere mendatangi Candi Borobudur yang terletak di Ma...
-
15 Kami adalah segelintir orang yang tidak suka jalan-jalan. Lebih suka tingga di rumah sendiri atau berleha-leha di rumah teman-tem...
-
Ketika masih duduk di bangku sekolah menengah di Kendari, Sulawesi Tenggara, Amie Ardhini (27) bercita-cita menjadi astronot dan ilmuwan....